Ditengah rowo atau danau yang ada didesa Lowayu
agak ke utara terdapat aura sekitar 100 m, yang tanahnya gembur, penuh dengan
tanaman liar, tidak dapat ditanami padi, diyakini setiap manusia atau hewan
yang lewat diatasnya serta sedang sial, akan tersedot kedalam dan hilang tanpa
bekas.
Konon dulu ada orang yang sedang dalam perjalanan
pulang, dia membawa dokarnya komplit dengan kudanya. Sewaktu dijalan rawa atau
waduk ada tanah yang begitu becek dan gembur, orang tersebut melewatinya dan
akhirnya dia tenggelam, dan hanya pecutnya saja yang kelihatan, sehingga daerah
itu disebut pecutan.
Versi lain mengatakan ketika terjadi perang antara
Dikut Banyu dan Ganaspati (sama-sama makhluk halus) berhari-hari tanpa henti.
Akhirnya Ganaspati kalah dan meminta agar ia tidak dibunuh, akhirnya permintaan
itu dikabulkan oleh Dikut Banyu dengan syarat ia harus merobohkan semua pohon
yang ada, dari ujung desa Lowayu sebelah utara sampai Sumur Cepoko sebelah
selatan, dengan jarak sekitar 1,5 km.
Setelah semua pohon dirobohkan, terjadilah banjir
besar menenggelamkan semua yang ada didalam rawa termasuk tempat terjadinya
peperangan antara Dikut Banyu dan Ganaspati. Taklama kemudian tumbuh sebuah
bambu menjulang tinggi yang menyerupai pecut Mbah Jambean mengetahuinya hal
tersebut sehingga menyebutnya pecutan. Memang pesantren Mbah Jambean asalnya
ada disekitar waduk, karena sering tergenang banjir ketika musim hujan,
pondoknya dipindah kesekitar watu tumpuk arah barat rawa.
Post a Comment