Unknown

Jambean merupakan sebuah pondok yang didirikan oleh Mbah Ngademo atau Hj. Syansuri asli dari desa Gosari kecamatan ujung pangkah dan istrinya yaitu Nyai Walijah atau Hj. Khotijah dari Bangeran.
Pondok Jambean asalnya berada di tengah danau besar yang warga biasanya menyebut rowo, dekat daerah pecutan. Karena setiap musim hujan pondok selalu terkena banjir, maka Mbah Ngademo berinisiatif memindahkan pondok diluar danau pada tempat yang lebih kecil, sebelah barat rowo sekitar watu tumpuk.
Mbah Ngademo pernah nyantri di pondok tebuwung dukun dibawah asuan Mbah Karim. Kemudian pindah ke pondok langitan tuban selama 12 tahun dibawah asuhan Mbah Sholeh. Atas perintah Mbah Sholeh, Mbah Ngademo disuruh mendirikan pondok. Maka beliau mendirikan sebuah pondok disebelah selatan desa lowayu pada tahun 1895.
Nama Jambean sendiri sebenarnya bukan nama pondok, namun diambil dari kondisi lingkungan yang banyak di tumbuhi pohon jambe disekitar pondok. Pondok ini sempat menjadi pondok besar yang di segani, santrinya tidak hanya dari lowayu dan sekitar, tapi juga datang dari bojonegoro, tuban dan lamongan.
Setelah Mbah Ngademo meninggal dunia, pengasuh pondok Jambean di lanjutkan oleh putra Mbah Ngademo yaitu Mbah Sulaiman atau KH. Mohammad Nur yang beristri ibu Nyai Umu Kultsum dari Simo Sungillebak Lamongan. Dari pernikahannya dikaruniai 8 anak, namun 3 meninggal ketika masih kecil dan 5 lainnya tumbuh besar. Mereka adalah Marania, Zulaikha (tinggal di bulu Brangsi Laren), Zahra (tinggal di Wonokerto), Zainab (dulu tinggal di Lamongan sekarang di Lowayu) dan Mohammad Zuhdi.
Karena keturunan KH. Mohammad Nur semuanya perempuan kecuali Mohammad Zuhdi, maka pondok terbengkalai karena semua putrinya menetap bersama suaminya di daerah masing-masing, sedangkan Mohammad Zuhdi menetap di Jombang.
Sebagai upaya keluarga pondok Jambean mengingatkan akan sejarah sekaligus sugesti perjuangan keagamaan disekitar tempat bekas berdirinnya pondok didirikan sebuah mushoala oleh kaluarga pondok dan masyarakat sekitar.
Watu Tumpuk (Batu Berlapis) Lowayu
Disebut Watu Tumpuk karena memang secara fisik bentuk batunya berlapis-lapis, yang berada disebelah selatan bekas pondok jambean (desa lowayu paling selatan), memang mempunyai kaitan erat dengan pondok jambean. Konon watu tumpuk adalah batu biasa, tetapi batu tersebut ada sambungannya dari pegunungan kapur utara yang berada didaerah panceng.
Dulu daerah tersebut tidak ada penghuninya, yang ada hanya para makhluk ghoib. Oleh KH. Sansauri atau biasa disapa mbah ngademo atau mbah jambean dimanfa’atkan tanah tersebut untuk dijadikan pesantren yang oleh warga disebut pondok jambean tapi sekarang sudah tidak ada bangunan pondoknya.
Karena banyak ditungguhi para makhluk ghoib, maka banyak muncul hal-hal yang unik. Diantaranya jika watu tumpuk tersebut dipindah kemanapun atau sekedar digeser saja, pasti kembali keposisi semula.
0 Responses

Post a Comment