Cungkup sebuah tempat yang berada di tengah desa
dengan luas sekitar 400 m2. Diarea tersebut ada makam yang dikeramatkan yang
diyakini sesepuh Lowayu dan beberapa makam lain sekitarnya. Diatas pemakaman
tersebut berdiri rumah kecil semacam gubug yang oleh warga dinamakan Cungkup.
Selain makam juga banyak ditumbuhi pohon serut besar-besar. Saking besarnya
pohon tersebut nampak angker, bahkan diyakini siapapun yang berani memotong
akan menemui ajalnya, dan terbukti tidak kurang dari tiga orang yang mati
dengan perut membesar diyakini gara-gara memotong pohon serut di Cungkup.
Konon Mbah Cungkup adalah seorang wali keturunan
Sunan Drajat yang diyakini sebagai pendiri desa lowayu. Karena diyakini sebagai
sesepuh desa, maka setiap tahun sekali diadakan sedekah bumi yang dipusatkan di
Cungkup. Sedekah bumi atau Dekahan Cungkup dilakukan oleh warga dengan cara
mengeluarkan Amben Bayang (nasi yang ditaruh diatas ranjang kayu yang berkaki
panjang) yang diarak keliling desa dengan di hiasi beraneka kertas warna-warni.
Sesampainya di cungkup, sebelum dibawah pulang hiasan ambeng bayang di nilai
oleh perangkat desa untuk di beri hadiah. Sambil menunggu pengumuman pemberian
hadiah, sebagian warga yang ingin mendapatkan berkah Mbah Cungkup, mereka
melempar uang logam disekitar makam yang sudah di tunggu oleh anak-anak kecil
untuk saling berebut.
Setiap hari Senin dan Kamis pagi hari warga
mengeluarkan sesajen dalam bentuk nasi komplit dengan lauk pauknya sambil
membawa kembang kenongo. Sebelum sesajen dimakan bersama-sama, mereka menaruh
kembang tersebut diatas nisan Mbah Cungkup sambil menyampaikan kainginannya.
Makam yang diyakini sebagai Mbah Cungkup sekarang
sudah di pindah ke makam umum sebelah barat masjid sedangkan makam-makam
disekitar Mbah Cungkup ternyata tidak ada mayatnya. Selain sudah hilang tradisi
dekahan dan juga hilangnya aura misti di cungkup, sekarang bekas cungkup
tersebut telah menjadi pasar desa yang dulu sempat di rencanakan di bangun
masjid lowayu.
Post a Comment